Home / Berita / News

Senin, 7 November 2022 - 16:15 WIB

Jatuh Bangun dan Bangkit Memenangkan Pertandingan ala Kampung Kue Rungkut

Aktivitas salah satu stand di Kampung Kue Rungkut Lor gg II Surabaya (Foto: Christiana Beatrix)

Aktivitas salah satu stand di Kampung Kue Rungkut Lor gg II Surabaya (Foto: Christiana Beatrix)

iBenews.id – Rabu, 2 November 2022, waktu masih menunjukkan pukul 05.30 pagi. Namun aktivitas yang saya temui di kawasan Rungkut Lor Gang II, Kecamatan Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, bukanlah baru bergeliat berkarya menyambut terbitnya sang mentari. Hiruk pikuk transaksi pembeli masih belum memudar, namun memang tak seramai aktivitas sebenarnya yang dimulai sejak pukul 03.00 dini hari Wib kala para tengkulak ramai-ramai membeli kue basah dan jajanan pasar. Ketika menghampiri salah seorang penjual, terdengar sang ibu menjajakan daganngannya. “Monggo mba, ada pastel, kue lumpur, lemper, onde-onde juga ada,” sambil menata puluhan pesanan kue dalam kotak mika. Itulah suasana pagi di Kampung Kue Surabaya yang ada di salah satu gang kecil di Rungkut Lor, Surabaya.

Kampung Kue di Jalan Rungkut Lor Gang II ini telah diresmikan oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sebagai Kampung Wisata Kue pada 8 Februari 2022. Namun sejatinya keberadaan Kampung Kue telah ada sejak tahun 2005 lalu. Buka jam 03.00 – 10.00 Wib.

Koordinator Kampung Kue, Choirul Mahpuduah (53 tahun), perempuan asal Kelurahan Kalirungkut, Kecamatan Rungkut menceritakan awal mula berdirinya Kampung Kue. Ia mengatakan bahwa pada tahun 2005, masih terasa dampak dari krisis moneter tahun 1998. Hal itupun turut dirasakan oleh warga Rungkut Lor gg II terutama kaum perempuan yang sebelumnya mencari nafkah dengan menjadi buruh pabrik.

“Karena krisis ekonomi sebagian dari mereka yang kerja di pabrik di PHK. Pas ekonomi agak membaik, mereka tetap tidak bisa kembali ke pabrik karena kalah bersaing dengan tenaga lulusan-lulusan baru. Misanya mereka yang dari desa lulus SMA mencari pengalaman ke kota dianggap lebih produktif dari orang-orang yang telah di PHK,” tuturnya.

Koordinator Kampung Kue, Choirul Mahpuduah yang akrab disapa Irul sedang menata pesanan kue (Foto: Christiana Beatrix)

Kemudian Irul sapaan akrab Choirul Mahpuduah berpikir keras bagaimana agar ibu-ibu bisa melanjutkan hidup membantu ekonomi keluarga.

“Saya berpikir, ada nggak sih yang bisa saya lakukan untuk membantu ibu-ibu yang kondisinya seperti itu ya. Terus Kemudian saya melihat ada dua peluang yang bisa dilakukan. Yang pertama, dulunya di Rungkut Lor itu sebagian dari bapak-bapak itu jaya di bidang kegiatan jahit-menjahit. Misalnya menjahit underware dan celana pendek,” jelas Irul.

Terbersit keinginan kembali membangkitkan era kejayaan di bidang jahit menjahit lagi. Namun Irul mengajak ibu-ibu untuk menciptakan sesuatu yang kekinian, maka mulailah mereka belajar membuat kerajinan dari sulam pita yang sempat populer pada waktu itu.

“Pada masa jaya-jayanya sulam pita, kita aplikasikan di jilbab, mukena dan di baju. Kemudian berkembang bikin bros, bikin kalung, gelang tapi dari mutiara air tawar dijual 10 ribu-an, 15 ribu-an tuh paling mahal,” cerita Irul.

Namun sayangnya usaha kerajinan yang dilakoni para ibu-ibu dan hasil yang didapat ternyata tidak menjawab keinginan Irul agar cepat menghasilkan uang halal untuk makan. Maka mulailah ia melepaskan aktivitas kerajinan tangan dan melangkah ke pilihan kedua, yang ternyata menjadi cikal bakal terciptanya Kampung Kue. Beberapa orang di sekitar Rungkut Lor gg II sudah terbiasa membuat kue, namun tidak untuk diperjual belikan secara meluas.

“Memang ada yang telah membuat kue tetapi secara ekonomi keluarganya tidak ada peningkatan yang signifikan. Apalagi dampaknya terhadap masyarakat sekitar nggak ada, jadi di sini bikin kue ya bikin kue aja tapi tetangga kiri kanan nggak berdampak sama sekali,” jelasnya.

Bak menemukan mutiara yang hilang, Irul menangkap peluang emas dari keahlian yang selama ini tersembunyi. Yakni ketrampilan ibu-ibu sekitarnya dibidang kuliner, dalam hal ini membuat aneka kue basah dan jajanan pasar. Menurutnya kenapa tidak mencoba menciptakan sumber mata pencaharian baru?

Uniknya, Irul sendiri ternyata tidak punya keahlian khusus memasak ataupun membuat kue. Namun kelemahannya ini tidak membuatnya patah semangat untuk mengumpulkan ibu-ibu yang selama ini hanya seperti katak dalam tempurung.

“Saya bisanya mengumpulkan mereka, memotivasi untuk memunculkan kreativitas yang selama ini terpendam. Bagaimana ibu-ibu berani mengeksplore diri, keluar dari tembok kesengsaraan ekonomi yang selama ini menghimpit,” tuturnya.

Berkat motivasi dan semangat gotong royong ibu-ibu sekitar untuk bangkit dan menjadi pahlawan ekonomi keluaganya, maka mulailah warga Rungkut Lor gang II merintis usahanya dari nol.

“Gayung bersambut, dengan susah payah mereka bersama-sama memulai usaha menjadi produsen kue hingga terbentuklah Kampung Kue ini,” jelasnya.

Seiring berjalannya waktu, karena punya tanggung jawab mengawal ibu-ibu yang diajaknya mendirikan Kampung Kue, mau tak mau harus terlibat penuh didalamnya. ia pun belajar memasak, dan membuat kue.

“Maka saya pun mulai belajar bikin kue. Saya lebih banyak membuat kue kering seperti Almod Crispy. Pemasarannya sampai dijual di dalam pesawat City Link. Bahkan tidak hanya pembeli dari berbagai daerah di Indonesia saja, bahkan sampai diterima di pasar Singapura dan Malaysia,” katanya.

“Saya juga bantu promosikan kue hasil buatan ibu-ibu. Dari mulut ke mulut akhirnya pada 2009 keuletan kami di Kampung Kue mulai menunjukkan hasil. Dinas-dinas pemerintah yang ada di Kota Surabaya, bank pemerintah bahkan swasta, instansi pendidikan sampai hotel-hotel yang ada di Surabaya menjadi pelanggan tetap,” tambah Irul.

Produk kue dan jajanan pasar yang diproduksi semakin berkembang. Ada pastel, risoles, sosis solo, donat, bikang, dadar gulung, onde-onde, nagasari, kue lumpur, aneka gorengan sampai merambah ke kue kering.

“Harga yang dipatok bervariasi, mulai dari Rp1000 sampai Rp1.500. Kebanyakan yang datang para tengkulak membeli dalam jumlah banyak untuk dijual kembali,” ungkapnya.

Pemilik stand kue di Kampung Kue menunggu pembeli di pagi hari (Foto: Christiana Beatrix)

Ada 63 orang yang tergabung dalam Paguyuban Kampung Kue. Setiap harinya ada lebih dari 77 item kue disediakan. Lebih dari 55 orang yang kulakan atau membeli borongan dalam jumlah banyak untuk dijual kembali. Belum lagi masyarakat yang langsung datang membeli saat akan berangkat ke kantor atau sekolah. Bahkan seolah tak mau ketinggalan zaman, mereka pun sudah memiliki website untuk berjualan secara online.

Sungguh maju pesat perkembangan Kampung Kue di salah satu sudut kota Surabaya ini.

“Omzetnya total dari 63 orang per harinya bisa mencapai Rp20 juta Rupiah,” ujar Irul.

Namun apa dikata, hidup tak selamanya indah. Kebahagiaan yang dirasakan kurang lebih dalam satu dasawarsa harus sirna begitu saja. Mereka kembali menelan pil pahit ketika badai pandemi Covid-19 melanda di bulan ketiga pada tahun 2020. Irul mengaku sumber penghasilan berkurang drastis.

“Bayangkan saja dari biasanya per orang bisa mendapatkan omzet Rp400 Ribu perhari, menjadi hanya Rp50 Ribu sampai Rp100 Ribu sehari. Megang duit 50ribu gimana cara muternya buat jualan, buat hidup,” tutur Irul dengan penuh keprihatinan.

Namun Irul dan teman-teman paguyuban Kampung Kue tak ingin berlama-lama larut dalam keterpurukan. Karena mereka yakin, apa yang mereka jual merupakan bagian dari kebutuhan utama masyarakat. yakni, makanan dan minuman. Irul meyakini Kampung Kue bisa menjadi salah satu cara untuk kembali membangkitkan perekonomian yang terpuruk akibat pembatasan-pembatasan yang harus dilakukan pemerintah guna memerangi Covid-19.

“Kue-kue itu kan bagian dari kebutuhan pokok gitu nya. Orang lagi krisis ekonomi tidak bisa membeli makanan, mungkin membeli donat. Selagi pandemi mereka sakit dan tidak bisa masak, mereka bisa membeli makanan atau kue di Kampung Kue,” jelasnya.

Irul menuturkan tidak mudah memang menjalani masa-masa pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia selama kurang lebih dua setengah tahun. Mereka dihadapkan dengan pilihan harus menjaga kesehatan dan tetap memikirkan bagaimana agar kebutuhan hidup tetap terpenuhi. Belum lagi mereka harus memikirkan bagaimana caranya agar bisa tetap mendapat orderan dan kembali mendapat kepercayaan masyarakat bahwa kue-kue yang mereka sajikan bersih dan tidak berpotensi menularkan virus Covid-19.

“Karena memang kita tahu bahwa di Rungkut ini, klaster pertama Covid-19 adalah klaster Sampoerna, ada di Rungkut Lor gg VII. Dekat sekali dengan Kampung Kue. Kita kena dampaknya,” imbuhnya.

Namun berkat mental baja dengan pengalaman menghadapi dampak krisis 1998, harus merangkak dari bawah membangun usaha di Kampung Kue, akhirnya perlahan tapi pasti dengan apa yang mereka miliki, Irul dan teman-teman mulai kembali memasarkan kue-kue basah lewat pesan singkat, ataupun kenalan-kenalan terdekat.

“Kami meyakinkan pembeli bahwa Kampung Kue sangat memperhatikan protokol kesehatan, sehingga kue-kue yang kami jual juga aman dan higienitasnya terjamin,” kata Irul.

Ketika badai pandemi berlalu, angin segarpun kembali berhembus. Tepatnya pada 8 Februari 2022, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meresmikan Kampung Kue menjadi Kampung Wisata Kue. Irul pun mengaku ini menjadi momentum untuk kembali menggairahkan kehidupan Kampung Kue untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah.

“Kehidupan kami mulai membaik lagi, meski belum kembali normal seperti masa jaya-jayanya pada tahun 2009 hingga 2019 lalu. Kami berhasil memenangkan pertandingan melawan kesengsaraan, dan keterpurukan. Namun yang tak kalah pentingnya, kami mendapatkan pelajaran dari pandemi Covid-19. Kami bisa lebih kreatif dengan menciptakan inovasi kue-kue dan makanan. Pandemi juga mengajarkan kami lebih disiplin, lebih menjaga kebersihan produk,” ujarnya.

Irul juga berharap, Pemerintah Kota tidak berhenti sebatas meresmikan Kampung Wisata Kue, tapi bagaimana tetap berperan lebih dalam pembinaan dan pendampingan agar omzetnya semakin lama semakin bertambah.

“Harapannya agar Pemerintah Kota Surabaya sering-sering berkunjung ke sini, sehingga mereka tahu persis permasalahan yang dihadapi UKM itu seperti apa,” pungkasnya.

Salah seorang pemilik stand di Kampung Kue sedang menata pesanan kue (Foto: Christiana Beatrix)

Winarti warga Rungkut Lor gg II yang mengaku sudah 8 tahun jualan kue di Kampung Kue juga mengaku merasakan pengunjungnya mulai mengalami peningkatan pasca diresmikan.

“Mulai rame tapi nda sama kayak sebelum pandemi. Tapi lumayan meningkatlah sekarang diatas 100 persen dibanding pas pandemi,” kata Winarti yang memiliki keahlian membuat bikang.

Disisi lain Camat Rungkut Kota Surabaya, Habib ketika dikonfirmasi pada Kamis (3/11/2022) mengatakan, sejak diresmikan oleh Wali Kota Surabaya, tugasnya sebagai Camat adalah membuat bagaimana Kampung Kue bisa dikenal, berdampak terhadap para UMKM maupun perekonomian di Kota Surabaya pada khususnya.

“Kami sudah siapkan sistem penjualan tidak hanya offline tapi juga secara online, yakni melalui e-Peken. Jadi ketika Pemkot Surabaya mau mengadakan rapat, mau mengadakan kegiatan-kegiatan yang butuh konsumsi, itu bisa melalui e-Peken tersebut,” ungkap Habib.

Disamping itu, Habib menambahkan jika pihaknya menarik pengunjung tidak hanya untuk membeli produk, namun juga sekaligus menjadikan Kampung Kue sebagai destinasi wisata pendidikan bagi anak-anak sekolah agar mereka bisa belajar bagaimana cara membuat kue sampai proses pemasaran.

Saat meresmikan Kampung Kue, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, bahwa saat ini pemkot tengah melakukan penataan di Kampung Wisata Kue Rungkut. Penataan ini dilakukan agar memantik para pengunjung dan mendorong geliat perekonomian warga di Kampung Wisata Kue.

“Insya Allah kampung kue ini menjadi tempat kulakan kue. Karena kampung kue ini tak hanya melayani Surabaya, tapi juga wilayah-wilayah penunjang, seperti Gresik, Sidoarjo, sudah banyak mengambil di sini,” kata Wali Kota Eri Cahyadi seusai meresmikan Kampung Wisata Kue, Selasa (8/2/2022).

Sejatinya pemulihan ekonomi kerakyatan di Surabaya sudah dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya dan stake holder yang ada. Tidak hanya Kampung Kue, namun banyak usaha lainnya baik kuliner yang ada di berbagai Sentra Wisata Kuliner (SWK), UMKM Jahit, Laundry sampai program padat karya lainnya seperti pembuatan paving yang setiap orang mendapatkan penghasilan Rp6-7 juta per bulan. Seperti yang pernah disampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Jalan dan Jembatan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Surabaya Adi Gunita.

“Kelompok (padat karya paving) yang ada di Tambaksari Ketuanya Pak Anas ini per September dia setiap orang mendapatkan penghasilan Rp6-7 juta per bulan,” ungkap Adi.

Bahkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pernah mengatakan bahwa sebenarnya program seperti pemberdayaan UMKM dan padat karya bukan hanya sekedar memberdayakan masyarakat yang masuk dalam golongan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

“Padat Karya itu bukan padat karya tok. Itu ada filosofinya. Yakni untuk mengurangi kemiskinan dan mengentas pengangguran, “ungkap Eri Cahyadi.

Sementara itu, Pakar Kewirausahaan FEB Unair, Dr Tri Siwi Agustina, SE, MSi mengatakan pandemi Covid-19 memberikan pelajaran penting bagi dunia usaha. Bagaimanapun kondisinya, baik perusahaan besar maupun skala kecil mau tidak mau harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang sangat dinamis. Mereka dipaksakan untuk beralih ke dunia usaha online.

“Seperti kita tahu kalau flashback tahun 2018 itu kita sudah mulai yang namanya Start Up digital dengan gerakan 1000 startup digital. Tapi kenyataannya 1 tahun itu tidak lebih dari 1% hingga 2% saja yang menuju ke start up digital. Ketika terjadi pandemi Covid-19 pada 2020 itu memaksa, mau nggak mau orang terpaksa untuk menjadi online, ” ungkap Siwi ketika dihubungi melalui selulernya, Jumat (4/11/2022).

Lebih lanjut Siwi menerangkan bahwa ia melihat pelaku UMKM belajar dengan segala apa yang mereka miliki. Kesimpulannya mereka mau berusaha, mau melakukan perubahan dan yang terpenting adalah memiliki jejaring atau Networking.

“Mereka harus mau belajar dari siapa saja supaya ke depannya yang namanya peringatan dini kalau terjadi sesuatu hal yang sifatnya tidak bisa diperkirakan, mereka itu bisa mendapatkan info-info itu dari teman-teman bersama jejaringnya. Jadi lebih siap, ” jelas Siwi.

Siwi menambahkan sebagai akademisi, sinergitas yang tercipta antara perguruan tinggi, pemerintah, dunia usaha, media, sampai wirausaha itu sendiri menjadi tulang punggung guna mendorong UMKM agar dapat naik kelas, lebih kokoh dan tangguh menghadapi berbagai masalah yang menanti.

“Kita mengenal Pentahelix. Itu artinya bagaimana kita bersama-sama menjalankan kemitraan itu untuk menjadikan UMKM Skill Up. Contohnya bagaimana peran perguruan tinggi melalui Tri Dharma perguruan tingginya melakukan pengajaran, pendidikan dan juga pengabdian masyarakat. Bagaimana mahasiswa melakukan praktek magang, termasuk belajar dari ilmu praktis yang dialami pelaku UMKM. Sebaliknya mahasiswa membagikan ilmu mereka misalnya membantu menterjemahkan sesuatu yang sulit dipahami pelaku UMKM agar mudah terdelivery, ” tambahnya.

Siwi juga turut mengapresiasi gebrakan Pemerintah Kota Surabaya untuk menggerakkan perekonomian dengan membangun sentra kuliner seperti adanya Sentra Wisata Kuliner (SWK) dan Surabaya Kriya Gallery (SKG) ditiap-tiap kecamatan.

“Mungkin maksud awal saya sebagai orang luar melihat adanya SWK itu untuk menertibkan teman-teman pedagang yang berjiwa wirausaha untuk dilokalisasi di satu tempat dan mereka tidak lagi mengganggu wajah kota, wajah jalan, tapi mereka ada di sentra tersebut, ” tutur Siwi.

Siwi lebih lanjut memberikan pandangannya bahwa dengan adanya zonasi perekonomian per kecamatan, akan membuat perekonomian di zona tersebut menjadi lebih menggeliat. Karena orang tidak perlu jauh-jauh jika ingin berwisata kuliner ataupun ingin membeli souvenir dan produk kerajinan. Karena semuanya ada di sentra wisata yang ada di tiap zona kecamatan.

“Saya merasa Pemerintah Kota Surabaya bisa mengembangkan ide zonasi itu agar dibesarkan lagi. Misalnya kalau kampus saya ada di wilayah Rungkut, why not kalau misalnya dalam setiap acara saya, saya memesan makanan, souvenir dari UMKM yang ada di kecamatan tersebut, sehingga lima hari kerja Senin sampai Jumat, aktivitas di kampus bisa menggeliatkan usaha UMKM. Perkara Sabtu-Minggu, UMKM di setiap zona bisa mencari sendiri pembeli mereka,” ujarnya.

Tak ketinggalan Siwi turut mengapresiasi langkah Pemkot Surabaya yang gencar mengurus perijinan, legalitas, NIB, sertifikasi halal, merk dan sebagainya.

“Masalahnya kembali kepada UMKM-nya. Mereka harus mempunyai mindset bahwa mereka tidak hanya menjadi pedagang, tapi mereka harus menjadi seorang entrepreneur supaya mereka bisa meningkatkan skala usahanya,” katanya.

Badai pandemi boleh membuat pelaku usaha mikro kecil dan menengah terpuruk, tapi mereka memang harus bangkit. Definisi bangkit menurut Siwi adalah dimana Pemerintah Kota, kampus, stake holder sudah mau bergerak mengulurkan tangan. Sekarang kembali ke mereka sebagai pelaku usaha, mau tidak menyambut uluran tangan dengan memberikan bukti nyata.

“Takutnya nanti ada tantangan dikit lagi terus mereka malah mengeluh kok susah, itukan kembali ke mindset ya,” pungkas Siwi.

Bagi para UMKM dan program padat karya lainnya yang sudah menggeliat di Kota Pahlawan, ingatlah bahwa Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama DPRD Kota Surabaya telah mengalokasikan dalam APBD, dana sebanyak Rp3 Triliun untuk pemberdayaan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Surabaya pada tahun 2023 mendatang.

Saatnya UMKM dengan semangat gotong royong, pulih lebih cepat bangkit lebih kuat menjadi pilar ekonomi Kota Surabaya. (Christiana Beatrix)

Share :

Baca Juga

HEADLINE

Menparekraf Sebut Ekonomi Kreatif Sebagai Masa Depan Indonesia

HEADLINE

Sandiaga Uno Tindak Tegas Soal Praktik Pungli di Pulau Kanawa Labuan Bajo

Nasional

AMDK Diduga Tak Steril dan Belum Kantongi Izin BPOM Beredar Di Tangerang Selatan

LABUAN BAJO

Bule Borong Produk UMKM saat Festival Golo Koe Labuan Bajo di Manggarai Barat, NTT

HEADLINE

Dorong Peningkatan Kunjungan Wisman, BPOLBF Kenalkan Labuan Bajo ke Turis Australia Melalui Famtrip

HEADLINE

Rizki Juniansyah Sumbang Emas Olimpiade Paris 2024, Pecahkan Rekor Angkat Besi

HEADLINE

Wujudkan Perjanjian Kerja Sama Kementerian ATR/BPN-Polri, Menteri AHY & Kapolri Sepakat Cegah Masyarakat Jadi Korban Konflik Pertanahan

HEADLINE

Pemerintah Rencana Bentuk Satgas Tangani Kasus Kecelakaan Kapal di Labuan Bajo