Home / HEADLINE / LABUAN BAJO / News

Jumat, 28 Juni 2024 - 14:36 WIB

Komnas HAM Sebut Satgas TPPO di NTT Jarang Rapat, Kepala BP2MI Juga Bingung

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Provinsi NTT, Suratmi Hamidah.

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Provinsi NTT, Suratmi Hamidah.

Beritalabuanbajo.com, Labuan Bajo – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Putu Elvina menyebut Satgas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jarang melakukan pertemuan untuk membicarakan upaya pencegahan dan penanggulangan TPPO di Provinsi NTT.

Itu disampaikan Putu saat acara Peluncuran Kajian TPPO Komnas HAM 2023 yang diselenggarakan di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Kamis kemarin.

Gayung bersambut, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Provinsi NTT Suratmi Hamidah juga mengaku bingung. Pasalnya sejak menjabat Kepala BP2MI NTT dari Februari 2024, ia belum pernah mendapat undangan rapat dari Satgas TPPO yang dipimpin Sekda NTT itu.

Ia mempertanyakan komitmen Pemerintah Provinsi NTT dalam upaya memberantas TPPO di daerah yang menjadi salah satu penyumbang terbesar Pekerja Migran Indonesia (PMI) itu.

“Saya terima surat gugus tugas itu 3 April ketika saya masuk di NTT bulan Februari. Saya masuk saya terima SK gugus tugas 2024 tapi sampai hari ini belumada rapat, jadi saya juga bingung, saya juga bertanya bagaimana komitmen Pemerintah NTT terhadap masalah warganya,” katanya.

Suratmi menjelaskan, kerja BP2MI berlandaskan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, selanjutnya Peraturan Presiden No 90 Tahun 2019 Tentang Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dan Peraturan Pelaksana dari UU 18 Tahun 2017 dan UU Nomor 39.

Baca Juga :  Kemenlu Ajak 23 Dubes Asing ke Labuan Bajo Genjot Investasi Sektor Parekraf

Dalam undang-undang terbaru, disebutnya fungsi BP2MI diperkecil hanya pada orientasi pra keberangkatan PMI. Sementara monitoring keberadaan PMI menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

“Jadi kami cuman di pintu terkahir. Sedangkan monitoring keberadaan pekerjaan menjadi kewenangan dinas ketenagakerjaan kabupaten kota, selama ini (PMI) kurang diperhatikan oleh mereka,”

“Mereka cuman memikirkan penempatannya saja ujung-ujungnya ada sesuatu, tapi bagaimana perlindungan dan permasalahan PMI kurang diperhatikan oleh mereka Pemerintah Provinsi NTT,” beber Suratmi.

Malaysia Negara Favorit Tujuan PMI Asal NTT

Suratmi mengungkapkan bekerja di luar negeri cukup digemari masyarakat NTT. Tawaran upah yang relatif lebih besar dibandingkan pekerjaan yang sama di Indonesia menjadi faktor utama. Negara yang kerap jadi tujuan PMI asal NTT adalah Malaysia.

Di sana mereka bekerja sebagai pekerja rumah tangga dan ladang. Warga NTT, kata Suratmi, sudah bermigrasi ke Malaysia sejak tahun 1934 jauh sebelum Indonesia merdeka.

“Jadi negara terlambat hadir, orang NTT dahulu hadir (ke Malaysia). Migrasi menjadi budaya yang akhirnya menjadi permasalahan yang kita rasakan sampai hari ini,” ujarnya.

Faktor lain, kata Suratmi, standar kerja di Malaysia bukan diukur dari kualitas sumber daya manusia (SDM) melainkan keuletan dan fisik yang kuat untuk bisa bekerja.

Baca Juga :  Menparekraf Diskusi dengan Pelaku Usaha Bahas Masalah Kapal Phinisi di Labuan Bajo

“Malaysia ukur orang dari kompetisi otot bukan kompetensi otak. Jangan heran Malaysia menjadi pilihan satu-satunya untuk warga kita untuk bermigrasi. Sebagai negara kita sangat tidak adil buat warga kita,”

“Jadi ketika pemulangan (PMI) kami minta ke pemda mereka selalu punya alasan, ‘mereka berangkat kami tidak tahu, kami tidak punya anggaran pemulangan’. Masalah klasik dan selalu berulang sampai hari ini,” beber Suratmi.

Pekerja PMI Asal NTT Mayoritas Perempuan

Perempuan NTT paling banyak menjadi PMI di Malaysia dibandingkan laki-laki. Budaya patriarki yang kental di Indonesia maupun di negara penerima PMI yang mendorong tumbuhnya jumlah ini. Data BP2MI NTT tahun 2023, 1.305 PMI adalah perempuan, sisanya 98 orang laki-laki.

“Jadi perempuan tidak hanya jadi tulang rusuk tapi juga jadi tulang punggung. 90 persen adalah ibu-ibu yang harus melepas anaknya untuk bekerja di luar negeri karena faktor ekonomi,” jelasnya.

Kemiskinan menjadi faktor banyak perempuan NTT memilih bekerja di luar negeri. Pemerintah dan lembaga terkait tak bisa berbuat banyak karena di lain sisi bekerja adalah hak setiap warga negara.

“Pemerintah tidak bisa melarang tetapi ketika warga kita mau bekerja di luar negeri, tetapi kita selalu arahkan untuk mengikuti prosedur yang legal,” imbuhnya. (uka)

Share :

Baca Juga

HEADLINE

Sering Terlupakan, Inilah Instrumen Investasi yang Paling Penting

LABUAN BAJO

Kantor Camat Kuwus Ambruk Tertimpa Tower, Pegawai Ngantor di Rumah Jabatan Camat

HEADLINE

Pemuda Indonesia Harus Ambil Peran dalam Pembangunan Nasional Indonesia

BISNIS

7 Jenis Pendingin Ruangan yang Paling Populer di Pasaran

Nasional

Transisi Kemenparekraf Jadi KemenPar dan KemenEkraf Ditargetkan Selesai Awal Desember 2024

HEADLINE

KSOP Labuan Bajo Minta Kapal Wisata Waspada Gelombang-Angin Kencang di TN Komodo

HEADLINE

Ini Alasan Parfum Kahf Cocok Untuk Luar Ruangan

HEADLINE

Maskapai Hentikan Sementara Penerbangan Labuan Bajo-Kupang, Imbas Erupsi Gunung Lewotobi