LABUAN BAJO – Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) sedang mengembangkan kawasan pariwisata terpadu Parapuar di Labuan Bajo.
Plt Direktur BPOLBF, Frans Teguh menjelaskan, BPOLBF memperkenalkan basis nilai budaya yang merupakan tonggak dalam pengembangan pariwisata di kawasan Parapuar.
Hal ini dilihat dari nama Parapuar yang diambil dari dua suku kata dalam bahasa setempat (bahasa Manggarai), yakni Para yang berarti pintu atau gerbang dan Puar yang berarti hutan.
“Destinasi Parapuar diharapkan dapat menjadi model dan ruang showcase dari kekayaan kearifan lokal masyarakat Manggarai Raya dan NTT pada umumnya. Konteks budaya akan menjadi jiwa dari Kawasan Parapuar yang termanifestasi dalam desain dan rencana pengembangan kawasan,” ujar Frans, kemarin.
Dikatakan Frans, Parapuar diharapkan menjadi etalase dari berbagai karakter budaya, serta keunikan yang dimiliki.
“Melalui show case yang kita tampilkan ini diharapkan dapat mendorong wisatawan ke tempat-tempat yang termanifestasikan di Parapuar,” kata Frans.
Gabriel Mahal, salah satu pemerhati budaya Manggarai menyampaikan beberapa poin penting tentang konten budaya yang harus ditampilkan di Parpauar, seperti pola perkampungan, susunan rumah menurut statusnya dalam pola perkampungan, dan orientasi pola perkampungan masyarakat Manggarai yang sarat akan makna dan kearifan lokal.
“Parapuar ingin membangun kesadaran akan lingkungan dan budaya. Ketika membangun Parapuar itu seperti membangun kampung baru. Ketika membangun kampung baru maka harus mengikuti pola kampung lama orang Manggarai dan Parapuar menyatukan itu semua dan merepresentasikan Gendang One Lingko Pe’ang,” jelasnya.
“Itu adalah jiwa dari Parapuar. Kawasan ini dapat memunculkan kembali pola perkampungan masyarakat Manggarai,” tambahnya.
Gabriel menjelaskan, filosofi ‘Gendang One Lingko Pe’ang’ merupakan ruang hidup orang Manggarai yang mencerminkan kedalaman nilai-nilai warisan leluhur.
Ruang ini secara umum mencakup lima bagian, yaitu Kampung (Beo Bate Elor/ Natas Bate Labar) Rumah Adat (Mbaru Bate Kaeng, Mbaru Gendang) Altar Persembahan (Compang Bate Takung) Kebun (Uma Bate Duat/ Lingko), dan Sumber Air (Wae Bate Teku).
“Selain konten-konten budaya, yang juga harus diperhatikan adalah ritual-ritual adat yang perlu dilakukan saat pembangunan atau pengembangan itu dilakukan di Parapuar,” pungkasnya. (*Tim/BR)